Oleh : Nurfitria Ningsih
Menjadi seorang guru seringkali bukanlah menjadi pilihan anak didik kita. Ketika ditanyakan “what do you want to be in the future?”, kebanyakan mereka menjawab ingin menjadi polisi, tentara, dokter, dan presiden. Mereka memadang sebuah profesi yang dipilihnya untuk masa depan haruslah nampak ke’hero’annya. Sedikit yang berpikir bahwa menjadi seorang atau memilih profesi guru adalah seorang pahlawan yang dapat mencerdaskan bangsa ini.
Memang, saya sendiri secara pribadi mengakui bahwa dahulu menjadi seorang guru juga bukan menjadi pilihan impian saya(nah lho!). Mimpi saya adalah dapat bekerja di perusahaan besar dengan gedung yang menjulang tinggi. Seakan mempunyai ‘prestise’ tersendiri. Namun memang kenyataan hidup membawa takdir saya untuk menjadi seorang guru. Pilihan yang tidak saya sesalkan tentunya. Bukan karena adanya sertifikasi yang dapat sangat menunjang kehidupan guru, tetapi karena memaknai profesi guru adalah sebuah pekerjaan mulia. Terlebih lagi bagi seorang guru yang mengabdikan dirinya untuk membelajarkan siswanya dengan segenap perasaan tulus ikhlasnya, maka ilmu yang bermanfaat akan menjadi amalan yang tidak terputus baginya, bahkan sampai akhir menutup mata.
Menjadi seorang guru berarti menjadi seseorang yang berperan mencerdaskan orang lain, apalagi untuk bangsa ini. Meski terkadang peran itu tidak begitu jelas terlihat orang lain alias tidak dapat dilihat langsung hasilnya, secara pelan tapi pasti guru telah membelajarkan anak didik dengan menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai kepada anak didik dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun, bahkan dari abad ke abad. Sungguh berat sebenarnya peran guru, ia tidak hanya sekedar berperan sebagai pengajar, tetapi juga pendidik, pemimpin, supervisor, administrator, harus melayani anak didik dengan landasan kesadaran (awareness), keyakinan (belief), disiplin (discipline) dan tanggung jawab (responsibility) dengan penuh optimal (Hanafiah,dkk : 106). Orang lain hanya melihat luarnya saja, bahwa guru bertugas mengajar anak-anak mereka. Padahal peran seorang guru lebih dari sekedar mengajar saja.
Dahulu profesi guru, meskipun dengan penghasilan yang kurang memadai namun secara psikologis, mereka justru memiliki harga diri dan wibawa yang tinggi (Syah, 2010). Mereka dihargai masyarakat karena dianggap sosok yang mampu menjadi teladan dan menjadi tempat bertanya. Namun nampaknya zaman telah berubah. Kini, seorang guru cenderung kurang dihargai anak didik, terlebih lagi apabila si bapak guru bukanlah orang berduit alias orang kaya. Ukuran kekayaan menjadi tolak ukur penghormatan orang terhadap diri kita. Bibit-bibit materialisme nampaknya telah merayap masuk tubuh anak didik kita.
Terlepas dari dihargai atau tidaknya profesi guru sekarang ini, sebenarnya para guru memang harus meningkatkan kualitasnya dan harus ‘kaya’. Kaya dalam ruhani, emosi, pemikiran, kaya refereensi, kaya inovatif, kreativitas, dan kaya secara materi. Berbuat sajalah dahulu untuk kemudian dilihat hasilnya. Tidak usah dipikirkan apakah mau dihargai atau tidak. Yang penting berbuat, ikhlas dan hasilnya niscaya akan dibalas Tuhan. Menjadi kaya juga adalah sebuah anjuran, karena Tuhan juga lebih suka kepada orang yang ‘kaya’ dan ‘kuat’ daripada yang ‘miskin’. Ketika seorang guru sudah mapan, maka diharapkan ia dapat terfokus pada upaya-upaya kreatif untuk mencerdaskan bangsa. Idealis memang, tetapi kenapa tidak berusaha dicoba ? seorang guru juga harus menumbuhkan jiwa-jiwa enterpreneur ke dalam dirinya untuk dapat ditularkan kepada anak didiknya. Toh kenyataan, banyak anak didik yang hanya mengharapkan bekerja pada orang lain, tanpa berpikir bagaimana membuat lapangan kerja sendiri bagi dirinya.
Untuk menjadi kaya selaku pencerdas bangsa, hal-hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru adalah :
1. Guru harus memperkaya dirinya dengan banyak belajar dan membaca.
Membaca sendiri adalah perintah yang diamanatkan Tuhan pertama kali kepada Umat. Lemahnya kemampuan membaca, maka akan dapat berdampak pada lemahnya kemampuan untuk penguasaan materi. Ujung-ujungnya maka akan lemah kompetensi profesional guru. Menurut Syah (2010:221) penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran masih berada di bawah standar. Terlebih lagi menurut beliau, dari hasil penelitian Balitbang Depdikbud RI, kekurangmampuan guru dalam mengajar memberi efek yang tidak baik bagi rendahnya kemampuan anak didik. Tidak ada salahnya juga seorang guru membaca buku lain di luar pendidikan atau diluar bidang yang diampunya. Semisal membaca buku mengelola keuangannya Safir Senduk. Menurut Safir toh menjadi kaya ga harus menjadi pengusaha, menjadi karyawan (dalam hal ini guru juga karyawan negeri ya...) juga bisa kaya.... buat investasi meskipun dengan meminjam kredit dari Bank dengan menggadai sk. Selain itu upaya-upaya menjadi kaya harus berupaya dicari. Bagi para guru dapat mencari jalan untuk kaya dengan membaca buku dahulu untuk menginspirasi. Semisal buku ippho santosa dengan percepatan rezekinya. Insya Allah termotivasi dan tergugah.
2. Guru harus memperkaya dirinya dengan berlatih menulis.
Setelah banyak membaca, guru dapat mengaplikasikan semua pemikirannya dari hasil olahan membaca tadi ke dalam tulisan. Memang tidak mudah untuk menulis, tetapi semua harus di latih. Sayapun harus banyak berlatih menulis. Salah satu orang yang dapat menginspirasi bapak dan ibu guru untuk terus menulis dan melihat keajaibannya adalah wijaya kusuma yang biasa dipanggil omjay. Terus baca blognya di :
http://wijayalabs.com .
3. Guru harus memperkaya dirinya dengan mengikuti perkembangan kemajuan zaman.
Kemajuan zaman adalah hal yang tidak terelakkan. Posisi tetap di tempatnya tanpa mengikuti perkembangan dan kemajuan akan membawa posisi guru menjadi posisi yang ketinggalan. Perubahan akan terus ada. So, seorang guru harus mampu menyesuaikan diri. Bagi guru-guru yang senior dan sudah berpengalaman puluhan tahun mengajar mungkin beranggapan bahwa mereka tidak perlu lagi untuk belajar komputer misalnya. Pikir mereka :Beri saja kesempatan kepada yang muda-muda alias guru junior. Kenapa tidak berupaya mencoba belajar kepada yang muda ? terlebih lagi amanat dalam agama, kalau besok pun dunia mau kiamat, ga ada salahnya menanam hari ini...berbuat saja dahulu, niscaya ada balasannya.
4. Guru harus memperkaya ruhaninya dengan dekat kepada Tuhan.
Satu hal yang sering dilupakan adalah meminta kepada yang punya dunia dan segala isinya. Untuk dapat mencapai kekayaan baik secara materi dan immateri, maka upayanya adalah mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Kecerdasan spiritual terbukti menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan seseorang. Cerdas secara spiritual dan emosional, akan membawa penularannya kepada cara seseorang berbuat dan bertindak. Dan hal itu akan dilihat anak didik untuk dicontoh. Menjadi contoh nyata adalah keteladanan hidup daripada banyak bicara tetapi tidak ada realisasinya.
5. Guru harus memperkaya pribadinya dengan nilai-nilai kebaikan dan moral.
Salah satu yang membuat menurunnya wibawa guru adalah perilaku guru itu sendiri yang tidak dapat menjadi contoh bagi anak didik. Sering banyak kita temui , para guru yang terkena kasus karena pelecehan seksual terhadap anak didik, karena menghukum anak didiknya, karena tertangkap berjudi dan karena-karena lainnya.
6. Guru harus memperkaya jiwa sosialnya dengan banyak berbuat sosial.
Sebagai mahluk Tuhan yang saling membutuhkan satu sama lain, guru harus terlibat dalam kehidupan masyarakatnya dan punya kepedulian untuk membantu sesama. Jangan sampai guru menjadi seseorang yang inklusif, karena dirinya merasa benar sendiri.
7. Guru harus memperkaya dirinya dengan menambah ilmu lagi.
Adanya UU no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, menjadi acuan bagi para guru se Indonesia untuk meningkatkan kualtias dirinya dari segi keilmuan. Silahkan menambah ilmu dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diadakan Dinas pendidikan daerah maupun pusat. Apalagi kalau seorang guru dapat mengikuti pendidikan S2 maupun S3. Untuk alasan biaya, banyak jalan menuju roma. Kenapa kita tidak mencari beasiswa saja? Banyak beasiswa pendidikan dalam dan luar negeri yang ditawarkan. Kalau alasannya karena ‘ah belum tentu dapat’ kenapa tidak dicoba dahulu ? saya ingat perkataan guru saya, untuk mendapatkan layanan, maka harus mengetuk pintu rumah orang. Untuk mendapatkan beasiswa, ya harus mengajukan permohonan ke tempat-tmpat yang menawarkan beasiswa. Intinya berusaha.
Intinya dari semua upaya ‘kaya’ itu, diharapkan kepada para guru untuk dapat memenuhi kompetensi-kompetensi yang menjadi tuntutan sesuai dengan standarkompetensi yang diharapkan dalam UU No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 10, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial
Ketika semuanya sudah dicoba, saya yakin, penghargaan dari orang lain (siswa dan masyarakat) akan datang dengan sendirinya. Jadi kenapa tidak berupaya jadi sang pencerdas bangsa? Sungguh banyak guru-guru yang ‘kaya’ meluangkan waktu dan kehidupannya untuk lebih banyak berbuat untuk anak didiknya agar mereka ‘terkayakan’. Lihatlah si ibu kembar yang berbuat untuk pendidikan anak tak mampu, dan banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bahkan dengan kemajuan teknologi dan maraknya dunia internet yang merambah kehidupan kita, dapat menjadikan semuanya itu menjadi lebih positif untuk mencerdaskan bangsa. Penggunaan blog dan facebook dapat menjadi sarana pencerdasan ini. Salah satu yang dapt menjadi contoh adalah upaya omjay (wijaya kusuma gitu..) untuk memanfaatkan blog sebagai media pembelajaran. Hal ini bisa dilihat dalam blognya di
http://wijayalabs.com .Ternyata apapun bentuk medianya, semuanya bisa menjadi sarana pencerdasan bangsa, asal ada niat. Untuk dapat memanfaatkan kemajuan teknologi ini , ya seorang guru memang harus memperkaya dirinya dengan banyak membaca, menulis dan mencoba. Kreatif menjadi sesuatu yang tidak habis digali. Tidak ada yang tidak bisa dicoba. Jangan mengaku mampu menjadi sang pencerdas bangsa apabila kita sendiri selaku guru mengaku menyerah dengan keadaan dan hanya mau menjadi guru biasa dan bukan guru yang ‘kaya’. Bagaimana bisa anak didik menjadi luarbiasa dengan guru yang biasa, coba? Rethink again bapak dan ibu guru......we can start to make a change from now.
Referensi :
Departemen Agama RI.2006. undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan.
Hanafiah, Nanang dan Suhana, Cucu. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung : Refika Aditama Syah, Muhibbin. 2010.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya.