Rabu, 15 Juni 2011

Kecerdasan Emosional


Selama ini masyarakat menganggap bahwa kecerdasan Intelektual adalah kecerdasan yang mendukung kesuksesan seseorang dan sebagai satu-satunya kecerdasan yang ada. Seorang Psikolog Harvard, Dr. Howard Gardner mempersoalkan pengertian kecerdasan yang diyakini masyarakat tersebut. Menurut Amstrong dalam Yatim Riyanto, Gardner mengungkapkan bahwa Penafsiran Kecerdasan di Kebudayaan manusia terlalu sempit.[1]
Gardner mengemukakan bahwa kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang. [2]
Sedangkan hakikat emosi secara harfiah menurut Oxford English Dictionary dalam Yatim Riyanto sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap - luap. [3]
Emosi menurut Goleman dalam Yatim Riyanto merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. [4]
Konsep kecerdasan Emosional dikemukakan oleh Daniel Goleman. Konsep ini muncul dari beberapa pengalaman, bahwa kecerdasan intelektual yang tinggi saja tidak cukup untuk mengantarkan orang menuju sukses. Pengalaman-pengalaman tersebut memperkuat keyakinan bahwa disamping kecerdasan intelektual juga ada kecerdasan emosional. Kecerdasan intelektual hanya mendukung sekitar 20% faktor-faktor yang menentukan keberhasilan, 80% sisanya berasal dari faktor lain, termasuk kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional (EQ) menurut Daniel Goleman dalam Ichwan Ishak adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir jernih, berempati, dan berdoa. [5]
Menurut Patricia Patton dalam Yatim Riyanto menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan individu dalam menggunakan (mengelola) emosinya secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan meraih keberhasilan (di tempat kerja).[6] Hal senada diungkapkan oleh Jarot Wijanarko bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk menguasai emosinya, berkomunikasi dengan diri sendiri serta berkomunikasi dengan orang lain dan lingkungan.[7]
Jarot Wijanarko membagi kecerdasan emosi menjadi dua yaitu intra personal intelligence dan Inter Personal Intelligence. Intra personal Intelligence adalah kemampuan seseorang berkomunikasi dan memandang diri sendiri, serta kemampuan seseorang mengendalikan dirinya. Sedangkan Inter Personal Intelligence merupakan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain , yaitu kemampuan untu mengerti orang lain (empati) dan memberikan respons (simpati) kepada orang lain. [8]
Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi adalah mereka yang mampu mengendalikan diri (mengendalikan gejolak emosi), memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stress, mampu menerima kenyataan, dapat merasakan kesenangan meskipun dalam kesulitan.
Menurut Goleman dalam Iskandar terdapat lima domain kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosional, yaitu : 1) Kemampuan mengenali emosi diri ; 2) Kemampuan mengelola emosi; 3) Kemampuan memotivasi diri ; 4) Kemampuan mengenali emosi orang lain, dan ;5) Kemampuan membina hubungan sosial.[9]
            Beberapa ahli psikologi menyatakan bahwa kualitas-kualitas emosional yang penting dalam kehidupan , antara lain :
1.      Empati
2.      Mengungkapkan dan memahami perasaan
3.      Mengendalikan amarah
4.      Kemandirian
5.      Kemampuan menyesuaikan diri
6.      Disukai
7.      Kemampuan memecahkan masalah antarpribadi
8.      Ketekunan
9.      Kesetiakawanan
10.  Keramahan
11.  Sikap hormat[10]

Dari faktor-faktor kecerdasan emosional tersebut, kesemuanya dapat diasah melalui pengenalan dan pendidikan mengenai moralitas dan kepedulian sosial, bagaimana mereka dapat membedakan baik dan buruk, bertanggung jawab, mengendalikan diri serta mencari solusi pada suatu konflik dengan otak yang jernih dan hati yang tenang serta memiliki rasa malu atau takut untuk berbuat kasar, jahat dan hal-hal buruk lainnya.
Dalam Islam sebagai agama Rahmatan Lil Alamin, sesungguhnya konsep dan ciri-ciri kecerdasan emosi telah tercantum dalam Al-Qur’an jauh sebelum Daniel Goleman mengungkapkannya. Seperti halnya dalam surat Ali Imran :134 :
Artinya :“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) , baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. [11]

     Salah satu contoh kecerdasan emosional adalah kesabaran yang mampu menyelesaikan dan menghindari konflik yang terjadi dengan cara yang damai dan baik. Hal inipun telah diungkapkan dalam AlQur’an surat Fushilat ayat 34-35, yaitu :
Artinya : “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar”.[12]


                [1] Yatim Riyanto,  Op. cit, hlm. 240
                [2] Linda Campbel, dkk, ,  Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences, Jakarta : Intuisi Press, 2004, hlm 2
[3] Yatim Riyanto, Op.cit, hlm. 256
[4] Yatim Riyanto, Op.cit, hlm. 256
                [5] Ichwan Ishak, Berlian Pribadi Sukses, Jakarta : Grafindo, 2007, hllm. 133
[6] Yatim Riyanto. Op.cit, hlm. 257
[7] Jarot Wijanarko, Anak Cerdas Ceria Berakhlak Multiple Intellegence, Jakarta : IFA, 2006, hlm. 38
[8] Ibid
[9] Iskandar, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Gaung Persada Press, 2009
[10] Ibid, hlm.134
                 [11] Anonim, AlQurán dan Terjemahannya, Jakarta : Departemen Agama, hlm.
                [12] Ibid, hlm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar